Monday, November 19, 2007



Pathetan..

Sepanjang pengamatan saya, salah satu yang misterius dalam ber-karawitan salah satunya adalah bermain “pathetan”.
Kenapa misterius? Karena lagu ini sangatlah bebas bentuknya dan flesibel sekali dalam setiap penyajiannya.
Kenapa bebas dan fleksibel? Karena dalam penyajiannya tanpa menggunakan instrument kendhang,yang dalam karawitan jawa merupakan ricikan (instrument) yang bertugas mengatur tempo.
Ya, pathetan adalah sebuah melodi lagu yang biasanya hanya dimainkan oleh beberapa ricikan saja seperti: rebab, gender, gambang, suling dan vocal (bila ada) dalam penyajiannya dalam karawitan jawa.
Mungkin perlu kita ketahui bahwa istilah pathetan menurut berasal dari kata “pathet” –“an” dan menurut pendapat dari Sindoesawarno bahwa ada kemungkinan kata pathet ini berasal dari patut (pathut di Bali) yang berarti pas, cocok, sesuai aturan.
Dalam kaitan ini mungkin bisa dikaitkan bahwa pathetan adalah melodi lagu yang dimainkan dalam wilayah nada tertentu disetiap pathet dalam karawitan Jawa. Dengan demikian setiap pathet ini akan mempunyai wilayah nada yang akhirnya akan mempengaruhi sifat, watak, maupun karakteristik sendiri-sendiri.
Secara umum setiap pathet dalam suatu laras di gamelan jawa (ingat dalam gamelan jawa mempunya dua laras/system tangga nada yaitu laras pelog dan slendro) mempunyai lagu pathetan sendiri-sendiri. Baik dari melodi yang paling singkat (pathetan jugag) sampai melodi yang paling panjang (misalnya pathetan ageng).
Perlu diketahui bahwa dalam setiap tangga nada dibagi atas 3 buah pathet dalan wilayah nada yang berbeda-beda.
Slendro: dibagi atas slendro nem, sanga, dan menyura.
Pelog: dibagi atas pelog lima, nem dan barang.
Dalam lagu pathetan ini sangatlah bebas dalam segi irama dan layanya. Tidak ada aturan khusus harus seberapa cepat atau seberapa lambat karena dalam permainan ini, tapi semuanya pemain menggunakan rasa (feeling) untuk mengkomunikansikan dirinya (tabuhannya) dengan orang lain (tabuhan ricikan orang lain) dan vocal (bila ada) disepanjang permainan mereka.
Bagi sebagian orang pathetan merupakan suatu bentuk lagu yang sulit dimengerti (dilakukan oleh pemula) karena membutuhkan suatu pemahaman mendalam (rasa dalam) termasuk melodi lagu, dan penekanan-penekanan-penekanan rasa seleh.
Ada praduga bahwa lagu pathetan ini berasal dari lagu pathetan bedaya srimpi atau dalam wayang kulit. Bila dalam keperluan ini memang yang menjadi acuan oleh instrument seperti rebab, gender, gambang dan suling adalah melodi dari vocal itu sendiri.
Tapi bila pathetan ini dilakukan tanpa menggunakan rebab, berati ricikan gender, gambang dan suling bertumpu pada melodi rebab (karena dalam tradisi karawitan jawa, rebab adalah sebagai pamurbo lagu atau pemimpin lagu).
Dalam kasus ini tentunya lagu rebab tidak serta-merta persis sama dengan lagu vocal, dalam arti lagunya bisa sangat berbeda, walauoun masih dalam lingkup atau bentuk vocalnya itu sendiri.
Yang menjadikan pertanyaan sekarang; bilamana benar dalam lagu pathetan berasal dari lagu bedhaya srimpi dan pathetan dalam iringan wayang, pas disaat pathetan itu disajiakan tanpa menggunakan vocal, apa yang terlintas dalam diri seorang pemain rebab pada saat dia bermain pathetan?
Dalam pathetan sebelum gendhing atau setelah gendhing misalnya (yang dalam penyajiannya tanpa menggunakan vocal).
Apakah dalam hati dia menyanyikan pathetan itu? Atau bagaimana?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya menduga bahwa si pengrebab (pemain rebab) mesthinya menyuarakan lagu vocal dalam minda mereka kemudian memvisualkan dalam bentuk permainan rebab.
Maka menurut hemat saya pengrebab yang baik, harus bisa menguasai melodi lagu vocalnya dulu sebelum memainkan pathetan yang dalam penyajiannya tanpa vocal (orang yang bernyanyi) itu sendiri.
Dalam arti kata, bahwa sangat disarankan baik rebab, gender, gambang dan suling dalam memainkan pathetan itu sebaiknya mengetahui melodi pokok dari vocal itu sendiri.
Karena bila semuanya mengetahui nya akan bisa sangat mudah terjadi hubungan (jalinan) kerjasama bermusik yang sangat enak dan tanpa ragu-garu, terutanya tentang ketepatan tempo dari masing-masing instrument.
Silahkan berkomentar disini?

Tuesday, August 28, 2007

"Suwuk" istilah yang berpindah.


Suwuk.... Suwuk....
Ya, kata ini begitu akrabnya kita dengar dan gunakan dalam Gamelan Jawa.
Istilah suwuk dalam dunia gamelan Jawa yang berarti "berhenti" atau "selesai" ini sangatlah akrab dilingkungannya.
Hingga begitu terkenalnya istilah ini sehingga perlu kita lihat secara lebih dalam mengenai istilah ini.
Menurut beberapa sumber yang saya peroleh, istilah istilah yang digunakan dalam gamelan Jawa meminjam dari istilah didalam masyarakat itu sendiri. Diantaranya kata pakem, suwuk, pathet, magak, ciblon, rangkep, selembar dll.
Suwuk misalnya, ini menurut cerita orang tua yang pernah saya dengar, bahwa kata suwuk adalah meminjam dari istilah seorang "dukun" (orang pintar) dalam menyembuhkan seorang (biasanya anak kecil) yang sedang kerasukan suatu roh gaib (spirit).
Maka di "suwuk"lah si pasien ini oleh gurunya agar spirit (gaib) yang ada didalam diri anak tersebuh selesai atau keluar dari badan jasmaniah si anak itu.
Dengan keluarnya si spirit ini maka akan berakibat pada kesembuhan (kesadaran) pada si anak.
Dari sini bisa kita hubungkan antara penggunaan suwuk dalam istilah per"dukun"an dan dalam gamelan Jawa.
Dalam terminology gamelan Jawa, suwuk berarti berhenti (ending) atau selesainya seluruh melodi dan permainan dari suatu lagu (gendhing).
Dalam pemberhentian ini juga ada bermacam-macam jenis (pengelompokan).
Berhenti dengan sangat pelan (lambat), cepat (gropak), sedang (tanggung) dsb. Maka dalam gamelan Jawa ada istilah : suwuk alus, suwuk gropak, suwuk lancar, suwuk dadi, suwuk tanggung dan lain sebagainya menurut kebutuhan dan sifat (karakter) dari masing-masing gendhing itu sendiri.
Berhenti dan tidaknya suatu gendhing (lagu) atau permainan sangat tergantung pada pengendalinya (dalam hal ini yang bertugas sebagai pemimpin irama) yaitu istrument kendhang.
Jadi si "pengendhang"dalam hal ini bisa diibaratkan seorang dukun atau "orang pintar" yang mempunyai kemampuan untuk mengendalikan seluruh jalannya sajian dan permainan dalam suatu lagu atau gendhing (ingat, setiap instrument dalam gamelan Jawa memiliki peran dan fungsinya masing-masing).
Jadi gendhing ini akan berakhir cepat, lambat, gropak , atau yang lainnya akan sangat tergantung pada si pengendhang ini.
Saat ini istilah suwuk ini sudah sangat akrab sekali di gunakan dalam gamelan Jawa, dan mungkin terasa seperti istilah asli dalam dunia gamelan itu sendiri. Yang jelas dengan majunya ilmu pengetahuan istilah suwuk dalam masyarakat sudah semakin pudar dan tidak dikenali oleh generasi yang lebih muda seiring memudarnya pula kepercayaan masyarakat pada dunia dukun.
Yang pasti kata suwuk ini menjadi sebuah kunci dari sebuah perjalanan dan permainan "lagu" (dalam gamelan Jawa) dan "spirit" (dalam perdukunan)????

Monday, August 20, 2007

Benteng Vandeburg



Terlintas di pandangan kita tentang hamparan tanah dan bangunan tinggi menjulang di belakangnya.

Agaknya akan bertambah lagi obyek wisata di kota Solo nantinya. Sebenarnya bila ini dilakukan sejak lama, mungkin nggak perlu seperti sekarang ini.

Yah. dibelakang sana terpampang berdiri kokoh bangunan peninggalan kolonial Belanda di pusat kota Solo.

Bangunan ini kononnya adalah benteng pertahanan Belanda di kota Surakarta. Benteng ini dinamakan bantang "Vandeburg" yang terletak di sebelah barat Loji Wetan, tepatnya didepan Kantor Pos Besar Solo.

Sebelumnya lahan di sekitar benteng ini merupakan tanah yang tak terurus sama sekali, dan bahkan banyak sekali tumbuhan Liar di sekeliling benteng ini. Benteng yang dulunya di kelilingi dengan sungai (parit) untuk pertahanan musuh ini, dulunya berfungsi ganda. Selain untuk pertahanan, benteng yang dibangun berdekatan dengan Kantor Residen Surakarta dan Kraton Surakarta ini dimaksudkan untuk memata-matahi setiap kegiatan Sultan di jaman itu.

Nampaknya ada kesadaran dario pemerintah Surakarta untuk menyelamatkan cagar budaya ini agar bisa tidak terlindas oleh kemajuan jaman ini. Ini terlihat dengan di bersihkannya area sekitar benteng ini dan nampaknya akan dilakukan pemugaran guna menyelamatkan aset budaya dan juga sejarah ini.

Mudah-mudahan cita-cita luhur ini akan selalu mendapatkan sport dari masyarakat, pemerhati sejarah dan budaya di tanah air yang tercinta ini.

Sunday, August 12, 2007

Joglo-ku yang tersisihkan

Bila kita melihat gambar ini, tentunya akan timbul berbagai komentar dan pernyataan. Bagi saya gambar ini adalah menarik untuk simpan dan dikomentari.
"Ada sebuah rumah tertutup dengan pagar seng, didepannya ada becak sedang parkir dan mungkin si pengemudi sedang makan didalam warung bakso itu".
"Terus ada lagi seorang Ibu yang sedang menurunkan barang dari kendaraan tercintanya lengkap dengan caping (tutup kepala tradisional) dan bronjongnya (tempat membawa barang-barang dibelakang sepeda yang semuanya terbuat dari bambu. Entah apa itu sayuran atau barang-barang lainnya?"
Yang lebih menggelitik lagi, sebenarnya bangunan yang ada di dalam tembok seng itu sebenarnya adalah bangunan khas Jawa yang biasa di sebut dengan rumah "Joglo" (khas Jogya & Solo :) ).
Yah memang, rumah itu adalah salah satu rumah Joglo yang berada di Jantung kota Surakarta.
Yang anehnya lagi di depan kanan rumah itu ada semacam pintu gerbang yang menurut pengamatan saya, bentuk yang demikian ini adalah bukan Jawa?? Atau kalau saya boleh menebak, ini adalah semacam pagar yang berasal dari Jepang atau daerah Asia Timur.
Untuk apa dan apa kaitannya dengan rumah Joglo ini, saya masih bingung??
Barang kali ada yang bisa menjelaskan? monggo monggo..

Tentang bendera2 merah putih ini, memang saat ini adalah bulan agustus dan menjelang hari kemerdekaan negara Republik Indonesia yang tercinta ini. Jadi banyak yang menjual bendera dan juga "umbul-umbul" untuk menyambut dan menghias jalan-jalan kota dalam memperingati "independent day " alias "dina kamardikan" kuwi.

Nah Kaitannya dengan kemerdekaan ini, saya menyoroti sebaliknya dengan bangunan Joglo ini. Tampak dan terkesan sekali bahwa bangunan ini tidak lagi merdeka karena terkurung tembok seng, dan juga sama sekali nggak terawat oleh pemiliknya.
Mudah-mudahan pemagaran ini akan dimaksudkan untuk proses bembinaan dan pengembalian bangunan itu lagi. Karena ada kecurigaan bahwa bangunan ini mungkin juga akan di hancurkan dan dibangun dengan gedung yang baru???
Alangkah kasihan sekali...

Karena Joglo dan rumah Joglo sekarang sudah menjadi barang langka, dan mempunyai nilai citarasa arsitektur yang cukup unik dan tinggi sebagai cirikhas rumah tinggal masyarakan Jawa yang penuh dengan philosophy hidup.

Kita lihat saja nanti kelanjutan daeri bangunan ini...

Wednesday, July 18, 2007

Ruwatan Pendawa Pitu



Ini adalah salah satu gambar pementasan wayang kulit jawa gaya Surakarta atau yang akrab dipanggil dengan Solo.

Wayang ini adalah dalam rangka hajatan orang punya kerja "ruwatan" didaerah Kali Urang, Jogyakarta.

Tampil sebagai dalang dalam acara ruwatan ini adalah "Ki Trustuti Rahmadi" dari Mojo Songo (sebelah utara kota SOLO).

Ki Tristuti dalam kesempatan ini membawakan lakon ruwatan "Pendawa Pitu". Lakon ini adalah untuk membersihkan sukerta (dosa atau kesialan) yang ada pada 7 orang didalam satu keluarga..

Oh ya, ruwatan berasal dari kata "ruwat" yang berarti kurang lebih adalah membebaskan seseorang dari suatu kesialan atau malapetaka. Dalam mitology jawa, ada puluhan jenis orang yang yang harus diruwat. Salh satunya anak ontang-anting, uger-uger lawang, sendang kapit pancurang, pancuran kapit sendang, penwawa (lima anak laki-laki), dan masih banyak lagi jenisnya menurut adat kepercayaan orang Jawa.

Dalam pertunjukan ruwatan pada kesempatan ini adalah ruwatan yang jarang di lakukan dengan laokn Pendawa Pitu ini. Yang sering digunakan dalam lokn ruwatan oleh para dalang di daerah Surakarta dan sekitarnya adalah dengan lakon Murwakala (Kala takon Bapa) atau juga dengan lakon "Dalang Kandhabuwana". Juga ada lagi lakon ruwatan lain yaitu lakon "Sudamala" ...

Ada mantram khusus dan iringan yang khusus pula dalam pertunjukan ini. Hingga pada sesaji dan sajen yang dipersembahkan pun khusus dan beragam. Sehingga semuanya harus dipersiapan dengan matang secara lahir maupun batinnya.

Pak Tristuti yang sekarang menjadi salah satu guru dalang dan dalang senior di daerah surakarta dan sekitarnya adalah dalang yang hebat dan juga berpengetahuan yang luas. Pentas malam itu begitu mempesona dan menarik kami, terutama untuk masa sekarang pertunjukan wayang kulit klasik sudah sangat jarang sekali kita jumpai..

Thursday, July 5, 2007



Gamelan Kyai Jati Mulyo is one of the best gamelan in the world. It is in Museum Fine Art today. So interesting gamelan, because it is made in 1840 in Java, Indonesia. This instruments came from Blora. Blora is in north side of Solo city. The gamelan has a high quality carving. It's Chinese motive. I saw this gamelan when I was in US last year. The group was playing this gamelan is called Boston Village Gamelan. Mas Barry Drummond is the director of this group. It was so fun and lovely we played the old gamelan set. Hopefully I may see this gamelan again one day.

Wednesday, July 4, 2007

Pentas Pentas Bulan Juli

Di bawah ini ada beberapa pentas karawitan dan pewayangan Jawa yang menarik untuk bulan Juli. Sesiapa yang berminat, silahkan mampir!
  • 7 Juli (malam) : Wayang Bapak TRISTUTI- Yogyakarta
  • 8 Juli (10 pagi) : Acara Pahargyan diiringi Karawitan UNTORO - Gedhung Wanita
  • 15 Juli (9 pagi) : Klenengan Karawitan terkenal, NGRIPTO LARAS - SMKI Solo

Kalau ada pentas lagi saya akan kemaskinikan di sini